Manusia diciptakan sebagai makhluk yang unik. Masing-masing diberi
kelebihan dan kekurangan. Tidak ada satu pun manusia yang hanya memiliki
sisi positif. Sebaliknya, tidak ada manusia yang hanya memiliki sisi
negatif.
Berdasarkan
paradigma itulah seorang guru harus senantiasa optimis bahwa peserta
didiknya memiliki potensi, bahkan memiliki banyak potensi. Kelemahan
kita adalah kurang cermat dalam mengenali potensi-potensi yang terpendam
dalam setiap peserta didik.
Dapat dikatakan demikian karena menurut penelusuran Dr. Sumardi, M.Sc. dalam bukunya Password Menuju Sukses
telah teridentifikasi tiga belas jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan
bahasa, logika, visual-ruang, raga, musik, sosial (interpersonal),
pribadi (intrapersonal), masak (kuliner), alam (natural), emosi,
spiritual, keuletan, dan keuangan. Sembilan kecerdasan pertama
dikemukakan pertama kali pada tahun 1983 oleh Howard Gardner, seorang
psikolog Amerika Serikat dan diberi label multiple intelligences
atau kecerdasan majemuk. Kecerdasan emosi dikemukakan oleh Daniel
Goleman. Kecerdasan keuletan dimunculkan oleh Paul G. Stoltz dan
kecerdasan keuangan digagas oleh Robert T. Kiyosaki.
Pemahaman tentang berbagai potensi peserta didik mutlak harus dimiliki oleh setiap pendidik. Hal itu sejalan dengan tujuh prinsip penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), yaitu (1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, (2) Beragam dan terpadu, (3) Tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, (4) Relevan
dengan kebutuhan kehidupan, (5) Menyeluruh dan berkesinambungan, (6)
Belajar sepanjang hayat, dan (7) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Agar
kita dapat mengenali potensi peserta didik, cara yang paling mudah dan
sederhana adalah dengan mengajukan pertanyaan, ”Apa yang paling senang
kamu lakukan dan orang lain menilai hasilnya sangat bagus dan luar
biasa?”. Sebagian peserta didik mungkin menjawab suka mengerjakan
Matematika. Itu artinya dia memiliki kecerdasan logika. Sebagian siswa
mungkin merasa senang apabila menulis atau belajar bahasa asing.
Artinya, dia memiliki kecerdasan linguistik. Sebagian lagi mungkin
senang bermain musik, dan sebagainya.
Ternyata,
banyak sekali potensi yang dimiliki peserta didik. Tugas pendidik
adalah bagaimana agar potensi-potensi tersebut dapat berkembang dengan
maksimal, baik melalui kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
Pengembangan
potensi siswa melalui kegiatan intrakurikuler dapat terwujud melalui
proses belajar yang melibatkan peserta didik secara aktif (active learning).
Dengan demikian, siswa terus mengasah kecerdasan logika saat merumuskan
ide-ide atau pendapat, kecerdasan bahasa saat menyampaikan secara lisan
ide atau pendapat tersebut, kecerdasan keuletan saat harus beradu
argumen dengan teman, kecerdasan intrapersonal saat harus bersikap
toleran kepada yang lain, dan seterusnya.
Selain
dalam kegiatan intrakurikuler, pengembangan potensi siswa dapat
dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini sejalan dengan
Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan oleh BSNP. Dalam
panduan tersebut pengembangan potensi siswa disebut Kegiatan
Pengembangan Diri. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kegiatan
pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan
pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan
kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta
kegiatan keparamukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja.