JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah tidak pernah berhenti
menggaungkan pendidikan karakter untuk anak bangsa. Namun sayangnya
pendidikan karakter yang didengungkan tersebut masih jauh dari kata
tercapai karena guru sebagai garda depan tak bekerja sesuai tugas
utamanya.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI), Sulistiyo, mengatakan bahwa tugas utama guru yang
sebenarnya tidak hanya mengajar saja tapi juga mendidik, membina dan
mengevaluasi. Namun hal ini urung terwujud karena muncul batas minimum
tatap muka guru dan murid yang harus dicapai sebagai syarat penilaian
kinerja.
"Guru ini punya peran penting untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Tapi dalam tugasnya saat ini telah tereduksi yaitu hanya
mengajar saja," kata Sulistiyo, saat jumpa pers di Kantor PGRI, Jalan
Tanah Abang III, Jakarta, Senin (26/11/2012).
Tak hanya itu,
pembinaan kompetensi dan sertifikasi juga mengalami ketimpangan antara
guru PNS dengan guru swasta dan honorer. Pasalnya, kesenjangan pembinaan
kompetensi ini berpengaruh pada penilaian kinerja dan pengaturan
kenaikan pangkat atau jabatan para guru ini.
"Banyak guru swasta
yang sudah 20 tahun mengajar tapi tidak juga naik jabatannya. Ini harus
diatur karena berkaitan juga dengan kesejahteraan mereka," ujar
Sulistiyo.
Sementara itu, untuk uji kompetensi terhadap guru ini
juga harus seimbang antara pengetahuan dengan keterampilan dan
perilakunya. Tentu dengan cara seperti ini diharapkan akan mampu
melahirkan guru yang inspirati dan berkarakter untuk anak bangsa.
"Jadi
jangan hanya pengetahuan saja tapi juga kepribadian dan sosialnya.
Contohnya ibu Muslimah di Laskar Pelangi, kalau di uji kompetensi
mungkin tidak lulus tapi dedikasi kerja dan kepribadiannya sangat bagus.
Yang seperti ini harus diperhatikan juga," ungkap Sulistiyo.
"Karena selama tugas guru terus direduksi maka pendidikan karakter tidak akan tercapai," tandasnya.
sumber : kompas.com
Senin, 26 November 2012